BPK Diminta Fokuskan Audit Dana Program Rehabilitasi RTLH Humbahas
Humbahas,
Mimbar
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) diminta melakukan audit pada program
rehabilitasi Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) yang bersumber dari APBN TA 2017
sebanyak 366 unit yang tersebar pada 3 Kecamatan senilai Rp 5.4 Milyar yang
diduga bermain pada item bahan dan harga dengan melibatkan suplyer atau
panglong penyedia bahan material bangunan.
Usulan tersebut disampaikan Sekjend Lembaga Koalisi Independent Transparansi
Anggaran Pusat dan Daera (KITA-PD) Humbahas,Boyde Siregar dan diaminkan ketua
DPC Roysman Simamora Rabu (14/3/2018) kemarin di Dolok Sanggul. Dirinya juga
mensinyalir adanya ‘aroma korup’ dalam program RTLH.
“Kita berharap adanya tim audit BPK untuk turun langsung kelapangan guna melakukan pemeriksaan prioritas pada rangkaian RTLH yaitu, Perumkim, masyarakat penerima dan panglong sebagai penyedia atau suplyer material. Bahkan sampai saat ini pembayaran terhadap panglong belum belum lunas sementara TA 2017 sudah berlalu. Masa negara berhutang pada panglong,” katanya, sambil menyebut bahwa informasi tadi diterima mereka dari ketua YLKI Erikson Simbolon yang mengaku menerima keluhan dua pengusaha panglong penyedia material di Dolok Sanggul.
“Kita berharap adanya tim audit BPK untuk turun langsung kelapangan guna melakukan pemeriksaan prioritas pada rangkaian RTLH yaitu, Perumkim, masyarakat penerima dan panglong sebagai penyedia atau suplyer material. Bahkan sampai saat ini pembayaran terhadap panglong belum belum lunas sementara TA 2017 sudah berlalu. Masa negara berhutang pada panglong,” katanya, sambil menyebut bahwa informasi tadi diterima mereka dari ketua YLKI Erikson Simbolon yang mengaku menerima keluhan dua pengusaha panglong penyedia material di Dolok Sanggul.
Dia juga beralasan bahwa dasar penyesuaian harga material harus mengacu pada SK
Bupati yang menjadi dasar perhitungan. “Contohnya, pada RAB tertulis harga
satuan semen 50 Kg senilai Rp 75 Ribu, ternyata harga dipanglong bisa saja jauh
dibawahnya. BPK jangan hanya memeriksa administrasi RTLH di kantor, namun harus
turun kelapangan dengan melibatkan semua pihak terkait. Belum lagi, pada RAB
tertulis semen 50 Kg namun masyarakat hanya menerima kemasan 40 Kg. Ini perlu
di audit,” tegasnya.
Terkait adanya panglong yang belum menerima pelunasan, padahal TA 2017 sudah
berlalu, Dia juga sangat menyesalkan amburadulnya kegiatan RTLH. “BPK juga
harus melakukan auditnya hingga ke panglong. Bisa jadi dugaan persekongkolan
antara panglong sebagai suplyer dengan oknum di Perumkim terjadi. Sementara,
sumber dipanglong mengatakan bahwa pihak Perumkim menyebut bahwa dananya belum
tersedia. Untuk pelunasan akan langsung dilakukan oleh pihak perumkim dan masih
banyak yang belum dibayarkan,” tukasnya.
Ditanya apakah untuk audit perlu melibatkan inspektorat daerah Humbahas.
Erikson justru meragukan hasilnya tidak seperti yang diharapkan. “Mereka
(Insvektorat dan perumkim-red) memiliki emosional corps. Kita menduga akan ada
main-mata. Karena inspektorat merupakan orang dalam juga. Jadi kita meragukan
hasilnya dan kayaknya itu tidak effektive. Karena katakanlah kurang bertaji,”
pungkasnya.
Sebelumnya, Candro Purba kepala seksi pembangunan dan pemeliharaan perumahan pada Dinas Perumahan dan Pemukiman (Perumkim) dan disebut-sebut pimpro dan yang bertanggung jawab dalam kegiatan RTLH, ditanyai wartawan terkait adanya pengakuan warga bahwa bahan material yang diterima pada kegiatan RTLH tidak senilai Rp 15 Juta bahkan warga menaksir material tadi justru hanya senilai Rp 10 Jutaan tetap berkutat bahwa RTLH tidak memiliki masalah serta mengatakan bahwa informasi tadi salah dan terkesan menentang untuk menindak lanjutinya langsung kelapangan berhadapan dengan warga penerima bantuan.
Sebelumnya, Candro Purba kepala seksi pembangunan dan pemeliharaan perumahan pada Dinas Perumahan dan Pemukiman (Perumkim) dan disebut-sebut pimpro dan yang bertanggung jawab dalam kegiatan RTLH, ditanyai wartawan terkait adanya pengakuan warga bahwa bahan material yang diterima pada kegiatan RTLH tidak senilai Rp 15 Juta bahkan warga menaksir material tadi justru hanya senilai Rp 10 Jutaan tetap berkutat bahwa RTLH tidak memiliki masalah serta mengatakan bahwa informasi tadi salah dan terkesan menentang untuk menindak lanjutinya langsung kelapangan berhadapan dengan warga penerima bantuan.
“Informasi
itu salah lae, untuk menindak lanjutinya besok kita langsung ke desa itu apa
betul sebesar itu yang diterima, dan kita chek ke masyarakatnya langsung besok.
Waktu sosialisasipun kami utarakan agar masyarakat catat bahan yang diterima
untuk menghindari hal-hal yang lae infokan,” katanya kepada wartawan melalui
pesan singkat, Rabu (7/3/2018) pekan lalu.
Lanjutnya lagi, awal Desember tahun lalu Dianya langsung mendampingi kementrian
PUPR datang meninjau langsung ke Parlilitan dan mengatakan tak ada masyarakat
yang komplain justru masyarakat katanya antusias dengan program RTLH. “Awal
Bulan Desember kemarin kita mendampingi kementrian PUPR datang meninjau ke
Parlilitan langsung. Dan bertanya kendala apa yang dihadapi oleh masyarakat dan
tak ada yang komplain dan hampir 80 persen rumah siap dibangun oleh masyarakat
dan masyarakat senang dikarenakan akan dilanjutkan untuk yang belum mendapat
bantuan dengan melihat antusias masyarakat, demikian,” katanya.
Padahal, masyarakat mengeluhkan bahwa dalam Rencana
Anggaran Biaya (RAB) dicantumkan ukuran semen 50 kilogram, tetapi yang diterima
justru ukuran 40 kilogram. Namun pada saat perhitungan dengan panglong, harga
semen yang dikenakan justru harga 50 kg, yakni Rp 75 ribu per zak. “Harga semen
40 kg sampai ke tempat saya hanya Rp 65 ribu, kalau pesan banyak justru lebih
murah. Bisa turun sampai Rp 62 ribu. Itu hanya salah satu contoh. Belum lagi
bahan-bahan yang lain,” ketus masyarakat di Parlilitan penerima bantuan RTLH.
(Tani Ringo)
foto : Sekjen KITA-PD Boy Siregar (jaket merah) bersama Ketua KITA-PD Roysman Simamora.
Komentar
Posting Komentar