“Kepala Desa yang Tak jelas, Bisa di angket kan BPD “

Humbahas,Mimbar
          Melihat dan mendengar informasi yang beredar di media sosial dan media cetak terkait dugaan peyalahgunaan dana desa sebagaimana dimaksud petunjuk pelaksanaan yang diatur dalam ketentuan berlaku. Maka dalam hal ini perlu dilakukan nya penelitian terhadap kinerja kepala desa dalam melakukan penyelenggaraan pemerintahan di desa. Penelitian kinerja ini bertujuan untuk mengetahui secara pasti, tingkat keberhasilan para kepala desa memahami dan melaksanakan  pertanggunjawaban dana desa dengan baik, serta mengukur persentase antara skala prioritas pembangunan dengan perioritas kepentingan privasi atau kelompok.
            Didalam Undang-undang tentang desa jelas disebutkan apa saja yang menjadi larangan bagi kepala desa. Hal ini lah menjadi dasar dilakukannya penelitian kinerja oleh pihak yang berkompeten dalam hal ini Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sesuai tupoksi yang sebutkan dalam pasal 55. Pada pasal 61 UU nomor 6 tahun 2014 huruf: a menyatakan BPD berhak mengawasi dan meminta keterangan tentang peyelenggaraan pemerintah desa kepada Kepala Desa. Dan di huruf : b, BPD juga memiliki hak menyatakan pendapat atas peyelenggaraan pemerintah desa, Pelaksanaan pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat desa. 
            Selanjutnya dipasal 62 huruf : b dan c, BPD berhak mengajukan pertanyaan, usul dan pendapat. Semua mekanisme sebagaimana yang diamanatkan undang-undang ini dilaksanakan sepenuhnya oleh BPD melalui Tata tertib BPD yang disusun dan ditetapkan. Penerapan pasal-pasal tersebut dilakukan setelah ditemukan nya pelanggaran selama pengawasan kinerja kepala desa pada penyelenggaraan pemerintah desa. Pelanggaran yang ditemukan tentu memenuhi unsur sebagagaimana dimaksud dalam pasal 27,28,29 Undang-Undang nomor 6 tahun 2018. Sesuai pasal 30 dan 40 huruf d, BPD bersama warga penduduk desa yang telah memiliki bukti otentik terkait adanya pelanggaran yang dilakukan oleh kepala desa, dianggap layak menyampaikan pendapat atau mengusulkan kepada Bupati atau pihak terkait agar dilakukannya pemberhentian terhadap yang bersangkutan.
            Ketua DPD SUMUT Pijar Keadilan , Osborn Siahaan yang dimintai tanggapan nya, Sabtu,(3/2/2018) mengaku bahwa pelaksanaan mekanisme seperti yang dituangkan dalam undang-undang itu oleh para BPD cukup sulit. Sebab, kondisi SDM para BPD ini menjadi kendala utama perwujudan pemerintahan desa yang sebenarnya. Perlu penataan ulang bagi komposisi pemerintahan desa, dengan melibatkan orang-orang yang energik dan berwawasan seperti kaum muda-mudi yang berpendidikan  dan punya prinsip menjadi perwakilan penduduk, agar fungsi BPD dapat benar-benar efektif dalam melakukan pengawasan kinerja kepala desa . Selanjutnya, pembinaan secara berkelanjutan terhadap BPD tentang tupoksinya dalam pemerintahan desa. Bila keselarasan pemahaman itu terjadi antara kepala desa dan BPD maka, masyarakat desa akan sejahtera.
            Namun yang terjadi di era ini yakni, pembiaran atas kebodohan. Hal tersebut terjadi dikarenakan oleh tingginya volume kepentingan privasi dan kelompok dibanding kepentingan pembangunan. Masyarakat yang faham akan ini, tentunya harus sadar bahwa mereka berhak menuntut kesejateraan nya dari pemamfaatan dana desa tersebut. Sebab, dana desa diperuntukan bagi masyarakat desa. Warga desa juga dapat memberontak atas tindak kesewenang-wenangan dalam pengeloaan dana desa.(fir)

Komentar