Hak Angket DPRD Humbang Ditetapkan, Pengamat Politik Sebut “ itu Gak Ngaruh”
Humbahas,Mimbar
Ditetapkannya hak angket anggota DPRD terhadap Bupati
Humbang Hasundutan (Humbahas) Dosmar Banjarnahor melalui sidang paripurna
internal DPRD yang digelar pada Rabu,(13/9/2017) kemarin, dengan disetujui oleh
21 anggota dewan dari total jumlah anggota DPRD sebanyak 25 orang. Maka
selanjutnya nya DPRD Humbahas membentuk panitia khusus yang dinamakan panitia
angket yang melibatkan semua unsur fraksi DPRD sebagaimana diamanatkan dalam UU
nomor 17 tahun 2014 pasal 201 point 1 dan 2.
Situasi ini mengakibatkan Humbang Hasundutan yang dikenal
sebagai daerah penghasil kopi terbaik menjadi sorotan public, bukan hanya skop
local namun telah menjadi pusat perhatian secara nasional. Mengingat dinamika
politik yang terjadi di daerah ini cukup dasyat dibanding kabupaten/kota yang
ada di Indonesia. Mulai dari penetapan 2 (dua) pasang peserta pilkada dari satu
partai politik yang nota bene bertentanggan dengan pasal 40 UU nomor 8 tahun
2015 tentang Pilkada hingga desakan rakyat yang justru meminta DPRD Humbang
Hasundutan mengambil sikap untuk dilakukannya hak angket, dikarenakan penyelenggara
pemerintahan terkini di kabupaten Humbang Hasundutan dianggap gagal dan cenderung mengeluarkan kebijakan yang terbentur dengan peraturan
perundang-undangan serta berdampak luas pada kehidupan masyarakat.
Menanggapi adanya gejolak politik di kabupaten Humbang
Hasundutan atas pembentukan panitia angket terhadap Bupati. Sejumlah pengamat
politik memberikan tanggapan, salah satunya Lembaga Garuda Muda Indonesia
(LGMNI). Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Provinsi Sumatera Utara Mangatas
Siagian mengatakan dirinya ragu akan konsistensi DPRD dalam melakukan Hak
Angket. Sebab menurutnya, diperlukan kajian serius dan mendalam tentang materi
angket yang akan diajukan, serta komitment tim pansus dan personil DPRD yang
benar-benar menyatukan persepsi yang kuat dalam mendukung hak angket tersebut.
Dan bukan semata-mata hanya sekedar mewujudkan gerbang terminal kesepakatan
politik antara Legislatif dan eksekutif.
“ persoalan angket ini adalah persoalan yang
sangat-sangat serius. Apalagi melibatkan tuntutan masyarakat atas kondisi objektif
real tentang tatanan di kabupaten Humbahas yang dinilai menyimpang dari tujuan
utama pemerintah serta bertolak belakang dengan sumpah dan janji jabatan. Perlu
kajian dan persiapan yang matang untuk hal ini, karena mempertaruhkan marwah
kelembagaan dan harga diri oknum anggota DPRD nya,” jelasnya kepada media Minggu,(17/9/2014).
Lanjut Mangatas Siagian, dari sisi materi yang diajukan
untuk dijadikan sebagai hak angket harus benar-benar memenuhi unsur dan
kelayakan sebagaimana ditegaskan dalam Undang-undang. Kebijakan atau perbuatan
yang dilakukan Bupati tentunya betul-betul melanggar peraturan
perundang-undangan dan berdampak secara luas kepada masyarakat serta dirasakan.
Apabila belum begitu dirasakan masyarakat dampaknya nya, tentu harus dikaji
lagi. Selain itu, Proses dan tahapan hak angket yang melewati perjalanan
panjang. Anggaran yang terbilang besar dan pastinya pihak eksekutif tidak akan
memfasilitasi hal tersebut.
Berangkat dari tahapan dimaksud, Panitia angket juga harus
menyampaikan rekomendasi nya ke Kementerian dalam negeri untuk di eksaminasi
secara factual. Selanjutnya kemendagri juga harus mengkordinasikan hal itu
kepada Presiden untuk mendapatkan petunjuk pengambilan keputusan untuk
menerbitkan surat pemberhentian yang kemudian bermuara pada sidang istimewa. Jadi
menurut saya hak angket ini sangat rumit, dan ramalan saya itu tidak akan
memberikan pengaruh apa-apa terhadap eksistensi Bupati Humbang,” katanya.
Ditempat terpisah, kordinator wilayah provinsi sumatera
utara Pusat Monitoring Politik dan Hukum Indonesia Gandhi Parapat juga mengaku
bahwa akhir-akhir ini perhatian public, khususnya masyarakat Humbang tersita
dengan adanya hak Angket yang disetujui oleh hampir seluruh anggota DPRD. Menurut
amatannya, yang tidak setuju hanya 3 orang anggota DPRD dari Fraksi PDI-P dan 1
orang dari Hanura.
Untuk diketahui bersama, kata Gandhi “ bahwa melalui
moment ini masyarakat dapat lebih jelas mengetahui seberapa besar hati nurani
wakil rakyat tersebut. Karena Dewan berada diantara kepentingan rakyat dan
kepentingan politik. Jika merujuk pada UU nomor 23 tahun 2014 pasal 67,76 dan
78, maka jelas disebutkan apa saja menjadi kewajiban dan larangan bagi kepala
daerah atau bupati. Didalam ketentuan tersebut juga dijelaskan syarat-syarat
yang memenuhi kelayakan diberhentikannya Bupati atau kepala daerah dari
jabatannya. Namun yang penting diketahui sejauhmana hasil dan rekomendasi
angket tersebut.
Apabila panitia angket menemukan bukti
adanya pelanggaran UU atau sumpah jabatan sebagaimana dimaksud dalam UU 23
tahun 2014, maka dalam hal ini DPRD akan menyatakan pendapat serta meminta
Mahkamah Agung (MA) meneliti hasil angket paling lama 30 hari. Pasca dilakukan
nya penelitian, MA menyatakan tidak terbukti maka hasil angket gugur. Namun jika
sebaliknya MA mengatakan kepala daerah terbukti secara fakta hukum melakukan
pelanggaran UU atau sumpah jabatan, DPRD akan melaksanakan sidang paripurna
istimewa. Paripurna dinyatakan sah bila dihadiri 3/4 dari anggota dewan.
keputusan paripurna pemecatan akan sah apabila Disetujui 2/3 dari quorum anggota dewan yang hadir. Selanjutnya pimpinan DPRD menyurati mendagri untuk menerbitkan surat Pemberhentian. Oleh karenanya, mampu kah kali ini DPRD bersikap pro rakyta jika memang dalam hal angket menyangkut kepentingan rakyat,” tukasnya.
keputusan paripurna pemecatan akan sah apabila Disetujui 2/3 dari quorum anggota dewan yang hadir. Selanjutnya pimpinan DPRD menyurati mendagri untuk menerbitkan surat Pemberhentian. Oleh karenanya, mampu kah kali ini DPRD bersikap pro rakyta jika memang dalam hal angket menyangkut kepentingan rakyat,” tukasnya.
Keterangan
foto : Ketua DPRD Humbahas, Manaek Hutasoit bersama seluruh anggota dewan menyatakan
persetujuan dilakukan nya Hak angket di depan masyarakat yang berorasi.
Komentar
Posting Komentar