“ Rakyat Humbang Tak Rela, APBD Digunakan Bayar Hutang ke Kontraktor”

Humbahas,Mimbar
            Ironis, jika keteledoran atau kelalaian penyelenggara pemerintahan menyajikan kendala buruk bagi percepatan kemajuan pembangunan di kabupaten Humbang Hasundutan (Humbahas).  Parahnya lagi, keteledoran tersebut justru nyata dirasakan secara langsung oleh masyarakat luas. Sehingga berpotensi terjadinya pelanggaran terhadap undang-undang nomor 23 tahun 2014 pasal 76 ayat 1a, yang mengatakan bahwa penyelenggara pemerintah dilarang membuat keputusan yang secara khusus memberikan keuntungan pribadi, keluarga, kroni, golongan tertentu atau kelompok politiknya yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang undangan. Dipertegas lagi di ayat 1b bahwa penyelenggara pemerintah juga dilarang membuat kebijakan yang merugikan kepentingan umum dan meresahkan sekelompok masyarakat.
            Keteledoran atau kelalaian dimaksud yaitu terjadinya pelanggaran terhadap peraturan menteri keuangan (Permenkeu) nomor 112 tahun 2017 sebagai pedoman realisasi dana DAK fisik tahun anggaran 2017 kemarin. Akibat peristiwa tersebut pemerintah kabupaten humbang hasundutan mengalami beban hutang ke kepada pihak ketiga sebesar  Rp.  10,89  miliar. Dikarenakan intruksi menteri keuangan tentang mekanisme penyaluran dana DAK fisik yang tertuang pada Permenkeu nomor 112 pasal 82 tidak dijalankan sebagaimana mestinya. Oleh karena nya, sesuai pasal 84 ayat 1,2 dan 3 APBD kabupaten humbang hasundutan hebat dan dikenal kaya prestasi itu terpaksa memikul beban hutang pihak ke tiga yang cukup besar.
            Melihat persoalan tersebut, seorang warga kecamatan Papatar Yunus Tinambunan kepada awak media Rabu,(12/9/2018) mengaku tidak terima jika anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten humbang hasundutan menjadi korban kelalaian para pemangku jabatan yang dianggap tidak mampu memeneg pemerintahan dengan baik.  Sebab, menurut Yunus bahwa pembayaran hutang dengan menggunakan APBD akan mempengaruhi kemajuan pembangunan di Humbang Hasundutan. Mengingat dana Rp. 10,89 miliar itu dapat digunakan mengakomodir  kebutuhan imprastruktur bagi masyarakat banyak dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merasakan dampak pembangunan.
            Hal senada juga disampaikan salah seorang petani di kecamatan lintong ni huta. Erik Sinambela yang ditemui wartawan di kebunya mengharapkan agar pemerintah daerah tidak membuat kebijakan yang justru merugikan rakyat. Konsekuensi kelalaian dari pemerintah ataupun SKPD pelaksana DAK harusnya ditanggung sendiri, bukan malah mengorbankan kepentingan hajat hidup orang banyak demi memenuhi kepuasan pihak ketiga dalam hal ini kontraktor atau mitra kerja pemerintah, yang kenyataan nya terlambat menyelesaikan pekerjaan proyek pembangunan yang sudah disepakati didalam document kontrak kerja”katanya.
            Protes serupa juga dikemukakan oleh tokoh pemuda Sudianto Munte. Sekjend Ormas local Simpang empat besar Doloksanggul ini menyampaikan, persoalan hutang pihak ketiga yang merugikan keuangan kabupaten humbang hasundutan harusnya menjadi bahan evaluasi yang serius bagi menteri dalam negeri dan menteri keuangan. Mengingat system dan management pemerintahan bukan lah organisasi yang berjalan sesuai anggaran dasar dan anggaran rumah tangga, layaknya perusahaan swasta ataupun ormas. Namun mempedomani ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai pedoman pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan.
            Ketua komisi B, Moratua Gajah kamis,(13/9/2018) yang dikonfirmasi tentang  pembahasan yang dilakukan pihaknya bersama eksekutif dalam menyikapi hutang pihak ketiga senilai Rp.10,89 miliar mengaku kasus itu masih menunggu pembahasan lebih lanjut dengan pihak pemerintah. Namun dirinya tidak menampik bahwa untuk hutang pihak ketiga atas dana DAU telah direkomendasi ke pemerintah untuk segera melakukan pembayaran. Sebab dana DAU berbeda dengan dana DAK fisik. Terjadi hutang pada dana DAU diakibatkan terkendalanya proses pencairan dana dari rekening kas Negara ke rekening kas daerah. Sementara untuk DAK, dana tersebut telah ditarik pusat dan tidak dapat dipergunakan kembali sebagai akibat keterlambatan pengajuan progress penyerapan anggaran DAK fisik. Oleh karena nya sesuai sanksi, pemerintah daerah harus bertanggung jawab sendiri menyelesaikan pembayaran pembiayaan fisik yang dikerjakan para rekanan.
            Aneh nya, Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Asset Daerah (BPKAD) kabupaten Humbahas  Ir. Jhon hari Marbun yang hendak dikonfirmasi awak media usai menghadiri rapat banggar di gedung DPRD pada Rabu,(12/9/2018) sepertinya menghindar dari pertanyaan wartawan. “ minta penjelasan ke Bappeda saja “ katanya.
            Plt kepala Bappeda Hotmaida Butar-butar yang kemudian dikonfirmasi melalui sambungan seluler mengaku bahwa kondisi pemerintah yang tertimpa hutang pihak ke tiga sejatinya menjadi tanggung jawab bersama lintas SKPD. Namun secara fungsi tentu dapat difahami bahwa Bappeda hanya sebatas menyusun rancangan – rancangan yang disajikan oleh masing-masing OPD menjadi kerangka kerja pemerintah. Biarpun demikian tentu dirinya berharap ada alternative nantinya agar roda pemerintahan dan pembangunan di Humbang hasundutan dapat berjalan dengan baik dan kondusif. (Fir)  
            Foto : kepala BPKAD Ir. Jhon Hari Marbun (kiri) ketika menjelaskan terjadinya hutang pihak ketiga dalam RDP bersama Komisi C DPRD beberapa waktu lalu. 

           
              
           
         

Komentar